Tuesday, December 21, 2010

KHULU’




A.    Pengertian Khulu’
Kata khulu' berasal dari basaha arab yaitu :
الخلع بفتح الخاء مصدر خلع كقطع, يقال : خلع الرجل ثوبه [1]
"khuluk dengan berbaris fatah pada huruf ( الخاء ) yang berarti melepas atau memotong, dikatakan : seorang pemuda melepas pakaiannya".
Karena wanita adalah pakaian bagi laki-laki, begitupun sebaliknya. Seperti yang di nyatakan dalam surat Al-baqarah: 187
£`èd Ó¨$t6Ï9 öNä3©9 öNçFRr&ur Ó¨$t6Ï9 £`ßg©9 3
"mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka."
Sedangkan menurut istilah didalam kitan Al-Fiqh 'Ala Mazahibil Arba'ah di katakana sebagai berikut :
Menurut Hanafiah :
الخلع هو إزالة ملك النكاح المتوقفة على قبول المرأة بلفظ الخلع [2]
"Khulu' adalah menghapus atau menghilangkan ikatan perkawinan atas permintaan isteri dengan lafaz khulu'"
Menurut Malikiyah :
الخلع شرعا هو الطلاق بعوض
" Khulu' menurut syara' ialah melakukan thalaq dengan uang"
Menurut Hanabilah :
الخلع هو فراق الزوج امرأته بعوض يأخذه الزوج من امرأته
" Khulu' ialah perpisahan seorang suami dengan isterinya dengan uang bayaran yang di ambil atau terima oleh suami dari isterinya"
Menurut Syafi'iyah :
الخلع شرعا هو اللفظ الدال على الفراق بين الزوجين بعوض
" Khulu' menurut sayara' ialah lafaz yang menunjukkan perpisahan antara suami dan isteri dengan uang tebusan"
Talak Khulu’ atau Talak Tebus ialah bentuk perceraian atas persetujuan suami-isteri dengan jatuhnya talak satu dari suami kepada isteri yang menginginkan cerai dengan khulu’ tersebut. Khulu’ adalah thalak yang dijatuhkan oleh suami dengan disertai pemberian sesuatu dari pihak istri kepada suaminya (Thalak tebus). Jadi khulu’ itu adalah perceraian atas desakan dari pihak istri.
Adanya kemungkinan bercerai dengan jalan khuluk ini ialah untuk mengimbangi hak talak yang ada pada suami. Dengan khuluk ini isteri dapat mengambil inisiatif untuk memutuskan hubungan perkawinan dengan cara penebusan. Sama dengan hak yang diberikan kepada suami untuk menceraikan istrinya, maka istri juga dapat menuntut cerai kalau ada cukup alasan untuknya. Jika suami melakukan kekejaman, maka istri dapat meminta Khulu’.
Hal ini tergambar jelas dalam surat An-Nisa : 128 
ÈbÎ)ur îor&zöD$# ôMsù%s{ .`ÏB $ygÎ=÷èt/ #·qà±çR ÷rr& $ZÊ#{ôãÎ) Ÿxsù yy$oYã_ !$yJÍköŽn=tæ br& $ysÎ=óÁム$yJæhuZ÷t/ $[sù=ß¹ 4 ßxù=Á9$#ur ׎öyz 3 ÏNuŽÅØômé&ur Ú[àÿRF{$# £x±9$# 4 bÎ)ur (#qãZÅ¡ósè? (#qà)­Gs?ur  cÎ*sù ©!$# šc%x. $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? #ZŽÎ6yz 
“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyus (kekejaman) atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan bila kamu menggauli istrimu dengan baik dan memelihara dirimu, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Namun, khulu’ yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadist seperti yang diungkap Syaikh Rahimahullah adalah: seorang wanita yang membenci suaminya dan meminta cerai, lalu ia mengembalikan mahar atau sebagiannya sebagai tebusan atas dirinya, seperti uang tebusan bagi tawanan. Tapi jika keduanya saling menginginkan, sesungguhnya khulu’ yang seperti itulah yang terdapat dalam ajaran Islam.
Jadi dapat disimpulkan, bahwa khulu’ adalah: permintaan cerai dari seorang istri pada suaminya karena beberapa sebab, dengan cara istri tersebut mengembalikan mahar yang diterimanya ketika menikah dulu dalam bentuk uang atau barang berharga lain yang senilai dengan mahar yang diterimanya dulu atau sebagiannya saja sesuai keinginan suaminya.
B.     Hukum Khulu’
Ada beberapa pendapat ulama tentang hukum khulu’, diantaranya:
Mubah (Boleh) Dasar ulama membolehkan Khulu’, seperti yang terdapat dalam Q.S Al-Baqarah : 229
ß,»n=©Ü9$# Èb$s?§sD ( 88$|¡øBÎ*sù >$rá÷èoÿÏ3 ÷rr& 7xƒÎŽô£s? 9`»|¡ômÎ*Î/ 3 Ÿwur @Ïts öNà6s9 br& (#räè{ù's? !$£JÏB £`èdqßJçF÷s?#uä $º«øx© HwÎ) br& !$sù$sƒs žwr& $yJŠÉ)ムyŠrßãm «!$#
“Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-istri) tidak menjalakanhukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentag bayaran yag diberikan isteri untuk menebus dosanya…”
C.     Alasan Isteri Meminta Khulu’
Perlakuan menyakitkan yang biasa diterima istri Suami tidak memenuhi kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam sebuah pernikahan Suami memiliki penyakit ingatan Ketidak mampuan seorang suami yang tidak bisa disembuhkan Suami pindah tempat tinggal tanpa memberitahu istrinya Sebab-sebab lain yang menurut hakim bisa menyebabkan perceraian.

D.    Karakteristik Khulu’
Suami yang menceraikan adalah seorang yang telah akil, baligh, dan bisa berbuat sesuai kehendaknya sendiri Istri yang di khulu’ adalah seorang yang telah diceraikan suaminya tapi masih dalam keadaan iddah raj’iyi . Adanya uang ganti dalam bentuk suatu yang berharga dan nilainya sebanding dengan mahar yang diterima istri ketika akad nikah. Ganti ini bisa diberikan oleh istri atau pihak ketiga atas persetujuan suamu-istri
Shighat atau ucapan cerai yang disampaikan oleh suami yang dalam ungkapan itu dinyatakan “uang ganti” atau “’iwadh”. Tanpa menyebutkan uang ganti, itu artinya sama dengan talak biasa.

E.     Syarat-Syarat Sahnya Khulu’
Perceraian dengan khuluk itu harus dilaksanakan dengan kerelaan dan persetujuan suami-isteri. Besar kecilnya uang tebusan harus ditentukan dengan persetujuan bersama antara suami isteri. Diriwayatkan dalam sebuah Hadist, yang artinya: “Seorang wanita menghadap pada Nabi SAW dan berkata: “Aku benci pada suamiku dan ingin berpisah dengannya”. Nabi SAW bertanya: “Sudikah engkau mengembalikan kebun yang telah ia berikan sebagai mahar bagimu?”. Dia menjawab: “Ya, bahkan lebih dari itu (kalau perlu)”. Maka Nabi SAW menjawab: “Adapun yang selebihnya tak usah”. (H.R. Baihaqi)
Penebusan atau pengganti yang diberikan istri pada suaminya disebut Badl  atau Iwald. Jika tidak ada persetujuan antara keduanya mengenai jumlah uang penebus, maka Hakim Pengadilan Agama dapat menentukan jumlah uang tebusan tersebut. Penetapan Hakim Pengadilan Agama hanya berupa jumlah harta tebusan bukan mengenai jadi atau tidaknya perceraian. Karena Khulu’ itu berupa keputusan dari perbuatan suami-istri tersebut.
F.      Akibat Adanya Hukum Khulu’
Adanya tebusan yang harus dikeluarkan oleh isterinya berupa benda, bisa maskawin, bisa benda yang lebih murah dari maskawin, atau yang lebih mahal tergantung pada kesepakatan suami. Talak tebus ini boleh dilakukan baik dalam keadaan suci maupun dalam keadaan haid, karena talak ini terjadi karena kehendak dan kemauan isteri. Adanya kemauan ini menunjukkan bahwa ia rela walaupun menyebabkan iddahnya jadi panjang.
Perceraian yang dilakukan dengan talak tebus ini berakibat jatuhnya “talak bain sugro” yakni bekas suami tidak dapat rujuk lagi, dan tidak boleh menambah talak sewaktu iddah, hanya diperbolehkan menikah kembali dengan akad baru.
Talak tebus tidak boleh atas kehendak suami atau tekanan suami. Karena hal ini berarti paksaan kepada isteri untuk mengorbankan hartanya guna keuntungan suami dan kalau suami yang ingin bercerai atau suami benci kepada isterinya, dia dapat bertindak dengan cerai talak, sebab talak itu ada dalam kekuasaannya.
 Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa : 20
÷bÎ)ur ãN?Šur& tA#yö7ÏGó$# 8l÷ry šc%x6¨B 8l÷ry óOçF÷s?#uäur £`ßg1y÷nÎ) #Y$sÜZÏ% Ÿxsù (#räè{ù's? çm÷ZÏB $º«øx© 4 ¼çmtRrääzù's?r& $YY»tGôgç/ $VJøOÎ)ur $YYÎ6B ÇËÉÈ  
"Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain,sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata ?"
Ada beberapa pendapat ulama tentang akibat khulu’ ini. Menurut mazhab Imam Ahmad, khulu’ adalah memutuskan pernikahan dan bukan termasuk thalaq tiga. Kalau suami mengkhulu’ istrinya sampai 10 kali, maka ia masih bisa menikahi istrinya lagi dengan akad yang baru sebelum dinikahi oleh orang lain. Hal ini sesuai dengan perkataan para ahli hadist seperti: Ishak bin Rahawiyah, Abi Tsaur, Daud, Ibnu Munzir, dan Ibnu Khuzaimah.
Namun demikian, ada juga pendapat ulama yang mengataka bahwa khulu’ termasuk pada thalak bain Sughra.

G.    Pertimbangan Dan Iddah Bagi Khulu’
Menurut sebagian besar kaum muslimin, masa iddah istri dalam kasus khulu’ sama dengan perceraian biasa. Tapi ada juga perbedaan pendapat tentang hal ini.
Menurut Abu Daud, Tarmidzi, dan Ibnu Majah Mereka telah meriwayatkan hadist yang menyatakan bahwa Nabi SAW menetapkan hanya 1 (satu) bulan saja masa iddah bagi istri setelah perceraian itu. Dan khalifah Usman telah memutuskan suatu perkara Khulu’ sesuai dengan ketetapan ini.
Menurut Mazhab Maliki Khulu’ tidak dibatasi dengan ucapan perkataan apapun. Ibnu ‘Arabi dalam karyaya “Ahkan Al-Quran” telah menyebutkan bahwa Imam Malik telah menetapkan “Mubara’ah yang berarti Khulu’ “melepaskan diri” dengan memberikan pembayaran sebelum perkawianan itu purna (mereka belum bercampur), sedangkan istilah khulu’ dipergunakan setelah bergaul.
Menurut Imam Ahmad Iddah bagi wanita yang di khulu’ adalah cukup dengan sekali bersuci dari haid karena khulu’ bukanlah thalak ba’in sughra (Thalak tiga). Hal ini sesuai dengan perkataan khalifah Usman yang mengatakan bahwa wanita yang melakukan khulu’, cukup dengan bersih dari haid. Pendapat ini juga dipegang oleh para sahabat, Mazhab Ishak, Imam Mundzir, dan yang lainnya. 
Setelah perceraian karena khulu’ ditetapkan, maka suami kehilangan hak untuk rujuk (bersatu lagi) karena ia telah ditebus oleh istrinya. Namun mereka diperbolehkan menikah lagi dengan kesepakatan bersama dan akad baru. Jadi dapat disimpulkan bahwa khulu’ bukanlah thalak bain sughra atau thalak tiga karena khulu’ masih membolehkan menikah kembali tanpa harus menunggu istrinya yang terdahulu diniikahi oleh laki-laki lain. Sedangkan thalak tiga, seorang suami boleh menikahi istrinya setelah istrinya tersebut menikah dengan laki-laki lain.

H.    Khulu’ Seorang Wanita Yang Sedang Sekarat
Jika seorang wanita yang sedang sakit akan mati/sekarat (Maradh Al-Maut) meminta khulu’ lalu ia meninggal dalam masa iddahnya, maka khulu’ tetap berlalu sah.
Menurut Mazhab Hanafi :  Suami akan kehilangan hak untuk menerima apapun , kecuali 3 hal berikut:
a)      Jumlah imbalan yang disepakati karena khulu’
b)      1/3 harta waris setelah hutang-hutangnya dilunasi
c)      Hartanya sendiri dari warisan peninggalan (istri) Menurut Ibnu Rusyd Ulama Mazhab Maliki telah meriwayatkan dari Ibn Nafi dari Imam Malik bahwa pada waktu sekarat, suami hanya sah menerima bagiannya 1/3 (Tsulust).
Mazhab Syafi’I juga sependapat dengan sahnya khulu’ pada saat sekarat dan suami terdahulu hanya akan menerima “Maha Al-Mitsil” atau sepertiga dari peninggalan almarhum. Hambali dan Maliki sependapat dengan hal ini.

I.       Khulu’ Yang Diminta Oleh Orang Lain
Menurut Mazhab Hambali : Khulu’ yang diminta oleh orang lain selain istri dianggap tidak sah. Tapi sah menurut Mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’i.
Menurut Mazhab Syafi’I Tak ada perbedaan apakah khulu’ itu diminta oleh ayah, wali wanita, atau orang asing sekalipun.
Menurut Mazhab Maliki : Khulu’ yang diminta oleh anak-anak, atau wanita yang sakit ingatan tidak sah. Namun bila ayah yang meminta atas nama anak perempuannya yang masih kecil atau sakit ingatan, maka khulu’ itu akan sah baik tebusannya dari harta si ayah atau dari milik putrinya, juga apakah harta itu diperoleh dengan persetujuan ataukah tanpa persetujuan anaknya
Menurut Mazhab Hanafi : Khulu’ yang diminta oleh seorang wanita yang sakit atau masih anak-anak, belum “Mumayyiz”, adalah tertolak/ tidak sah. Sedangkan baik ayah atau orang asing hanya dapat memintakan khulu’ dengan seizin wanita tersebut.
Dalam “Al-Muhalla” . Khulu’ yang diminta oleh ayah (si wanita) tertolak. Begitu juga, tak seorangpun yang diperkenankan meminta khulu’ atas nama seseorang wanita yang sakit ingatan, berubah akalnya atau seorang perempuan yang masih kecil, tak peduli apakah dia ayahnya, penguasa atau siapapun.

J.       Saat Ketika Khulu’ Bisa Dituntut
Khulu’ hanya bisa diminta dalam keadaan yang luar bisa dan tidak bisa pada saat yang lemah. Seperti sabda Nabi SAW yang artinya: “wanita manapun yang meminta cerai dari suaminya tanpa alasan maka diharamkan baginya semerbak surgawi”. (As-Syaukani, dalam Fath Al-Qadir). Khulu’ boleh diminta dalam keadaan suci maupun haid.
Peringatan Keras Bagi Para Suami Agar Tidak Mempersulit Isterinya
Manakala seorang suami tidak senang kepada isterinya dan benci kepadanya karena suatu hal, maka hendaklah mentalaknya dengan cara yang ma’ruf sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT. Ia tidak boleh manahannya dan mempersulitnya untuk menebus dirinya sendiri. Allah SWT berfirman, Q.S . Al-Baqarah : 231
#sŒÎ)ur ãLäêø)¯=sÛ uä!$|¡ÏiY9$# z`øón=t6sù £`ßgn=y_r&  Æèdqä3Å¡øBr'sù >$rá÷èoÿÏ3 ÷rr& £`èdqãmÎhŽ|  7$rã÷èoÿÏ3 4 Ÿwur £`èdqä3Å¡÷IäC #Y#uŽÅÑ (#rßtF÷ètGÏj9 4 `tBur ö@yèøÿtƒ y7Ï9ºsŒ ôs)sù zOn=sß ¼çm|¡øÿtR 4 Ÿwur (#ÿräÏ­Fs? ÏM»tƒ#uä «!$# #Yrâèd 4 (#rãä.øŒ$#ur |MyJ÷èÏR «!$# öNä3øn=tæ !$tBur tAtRr& Nä3øn=tæ z`ÏiB É=»tGÅ3ø9$# ÏpyJõ3Åsø9$#ur /ä3ÝàÏètƒ ¾ÏmÎ/ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqãKn=ôã$#ur ¨br& ©!$# Èe@ä3Î/ >äóÓx« ×LìÎ=tæ 
 ”Dan apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma’ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian maka sungguh ia telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah sebagai permainan. Dan ingatlah ni’mat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu al-Kitab dan al-Hikmah. Allah memberi pengajaran kepada engkau dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasannya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Baqarah:231).


Dan,  Allah SWT berfirman, Q.S . An-Nisa’ : 19
$ygƒr'¯»tƒ z`ƒÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw @Ïts öNä3s9 br& (#qèO̍s? uä!$|¡ÏiY9$# $\döx. ( Ÿwur £`èdqè=àÒ÷ès? (#qç7ydõtGÏ9 ÇÙ÷èt7Î/ !$tB £`èdqßJçF÷s?#uä HwÎ) br& tûüÏ?ù'tƒ 7pt±Ås»xÿÎ/ 7poYÉit6B 4 £`èdrçŽÅ°$tãur Å$rã÷èyJø9$$Î/ 4 bÎ*sù £`èdqßJçF÷d̍x. #Ó|¤yèsù br& (#qèdtõ3s? $\«øx© Ÿ@yèøgsur ª!$# ÏmŠÏù #ZŽöyz #ZŽÏWŸ2  
”Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagai dari apa yang telah kamu berikan kepadanya terkecuali bila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah  menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (An-Nisaa’:19).
Cara Menjatuhkan Khulu
Secara umum khulu dapat dilakukan denghan tiga cara: pertama menggunakan kata khulu’, kedua menggunakan kata cerai (thalak), dan ketiga dengan kiasan yang di sertaio dengan niat. Dalam qaul qodim imam syafi’I berpendapat bahwa khulu yang dilakukan denghan menggunakan kata-kata kiasan mengakibatkan fasakh perkawinan. Yaitu perkawinan itu batal dengan sendirinya. Dan akad pernikahan tidak berlaku. Sedangkan dalam qaul jadid beliau berpendapat bahwa khulu yang dilakukan dengan menggunakan kata kiasan tidak mengakibatkan fasakh perkawinan karena kata-kata kinayah dalam talak tidak memerlukan niat begitu pula khulu.

Hikmah Khulu’
Mengenai hikmah khulu al Jurjawi menuturkan: Khulu sendiri sebenarnya di benci oleh syariat yang mulia seperti halnya talak. Semua akal sehat dan perasaan sehat menolak khulu’ hanya saja Allah Yang Maha Bijaksana memperbolehkannya untuk menolak bahaya ketika tidak mampu menegakan hokum-hukum Allah. Hikmah yang terkandung di dalamnya adalah manolak bahaya yaitu apabila perpecahan antara suami istri telah memuncak dan dikhawatirkan keduanya tidak dapat menjaga syari’at-syariat dalam kehidupan suami istri, maka khulu dengan cara yang telah di tetapkan oleh Allah merupakan penolakan terjadinya permusuhan dan untuk menegakan hokum-hukum Allah.




[1] Abdul Rahman Al-Jaziriy, Al-fiqh 'Ala Mazahibil Arba'ah, Jilid IV, Al-Maktabah At-Tijariah Al-Kubra, hal. 386
[2]  Abdul Rahman Al-Jaziriy, Opcit, hal. 387

No comments:

Post a Comment

mohon tinggalkan komentar anda