Sunday, April 3, 2011

All about Dynamic Views for Readers

All about Dynamic Views for Readers

Wednesday, March 23, 2011

Mengapa Takut Tantangan?‎

Dalam sebuah pelatihan kepemimpinan, seorang instruktur mengajukan sebuah kasus ‎yang kelihatannya sederhana kepada para peserta. Andaikan Anda seorang nelayan ‎‎(modern) yang harus berminggu-minggu di tengah laut menangkap ikan, apa yang akan ‎Anda lakukan agar sesampainya di darat ikan hasil tangkapan tetap segar? Beberapa ‎peserta nampak tergugah dan terjadilah dialog yang makin lama makin seru dengan ‎instruktur pelatihan. ‎

‎"Masukkan saja ikan-ikannya dalam freezer,"‎
‎"Itu telah dilakukan. Tapi kesegarannya tetap akan berkurang, karena ketika sampai di ‎darat ikan telah mati cukup lama," ‎
‎"Kalau begitu, supaya tetap hidup, perlu disediakan semacam tangki air untuk ‎menyimpan ikan," ‎
‎"Itu pun telah dilakukan. Tapi karena terlalu lama berada dalam tangki, ikan-ikan itu ‎tetap saja mati atau lemas dan tidak segar lagi ketika dijual ke konsumen. Padahal ‎konsumen menginginkan ikan yang masih segar,"‎

Menit-menit berlalu, tak satu solusi pun tampak sesuai sasaran. Akhirnya instruktur ‎memberikan suatu jawaban yang cukup mengejutkan, yang tak pernah terpikirkan sedikit ‎pun di benak peserta, mungkin juga Anda.‎

‎"Solusi yang pernah dicoba dan ternyata berhasil adalah memasukkan seekor ikan hiu ke ‎dalam tangki ikan,"‎

Peserta nampak keheran-heranan mendengar solusi yang bagi mereka tak masuk akal itu.‎

‎"Bukannya ikan hiu itu justru akan memakan habis ikan-ikan lainnya?"‎
‎"Ya, memang ada ikan yang dimakan ikan hiu itu, tapi jumlahnya sangat sedikit. Ikan-‎ikan lainnya tetap hidup sampai saatnya tiba di darat dan dijual ke konsumen dalam ‎keadaan tetap segar,"‎
‎"Mengapa demikian?"‎
‎"Jawabannya adalah karena ikan-ikan itu mendapat tantangan dengan dikejar-kejar ikan ‎hiu. Ternyata dengan adanya tantangan, kemampuan ikan dalam mempertahankan ‎kelangsungan hidupnya semakin tinggi. Ikan-ikan tersebut justru mampu bertahan hidup ‎lebih lama dengan adanya ikan hiu di sekitar mereka. Itulah hukum alam."‎

‎***‎

Ilustrasi di atas dapat dianalogikan pada manusia. Kita akan menjadi manusia yang ‎lemah, malas bekerja keras bahkan segan beribadah, dan cenderung santai jika tidak ‎mendapat tantangan yang besar dalam hidup ini. Tantangan akan meningkatkan ‎kecerdasan, kompetensi atau kemampuan diri dalam berusaha menyelesaikan masalah. ‎Bayangkan bila kita tidak merasa ditantang, kita tidak akan pernah terlatih untuk ‎menghadapi masalah, apalagi mau menyelesaikannya. Namun demikian, kadang kala ‎sebuah tantangan bisa menjadi suatu hambatan untuk maju, manakala kita tidak berani ‎menghadapinya, sehingga menjadikan kita seorang looser. Dalam kasus di atas ibaratnya ‎ikan kecil yang kurang gesit, sehingga dapat dimakan oleh ikan hiu. ‎

Sesungguhnya Allah lah yang menciptakan tantangan kepada manusia di dunia ini dan ‎sekaligus menyediakan balasannya (reward and punishment), sebagai sarana peningkatan ‎kualitas ketaqwaan. Kadar tantangan-Nya sudah ditakar sangat akurat sesuai dengan ‎kemampuan kita masing-masing, sebagaimana tercermin dalam QS. Al Baqarah 286: ‎‎"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia ‎mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari ‎kejahatan/tindakan buruk) yang dikerjakannya".‎

Kemampuan dalam menghadapi masalah sebagian besar tidak kita dapatkan di bangku ‎sekolah. Sekolah hanya mengajarkan alat dan metoda yang bisa kita gunakan untuk ‎menyelesaikan masalah. However, a man behind the gun will mostly determine to win a ‎war, kemampuan kitalah yang lebih menentukan. Kemampuan akan lebih meningkat jika ‎kita terus mengasahnya di dunia nyata (pekerjaan, rumah tangga, lingkungan sosial). ‎Semakin kita berhasil melewati tantangan akan menumbuhkan semangat baru untuk ‎menyelesaikan tantangan-tantangan berikutnya

Suatu ketika umat Islam mendapat sebuah tantangan. Pada saat itu Rasulullah SAW dan ‎kaum muslimin dikepung oleh pasukan kafir yang bersekutu sehingga jumlahnya berlipat ‎ganda dalam perang Ahzab. Namun ketika sedang memecahkan batu dan menggali parit ‎perlindungan, tiba-tiba dengan izin-Nya Rasulullah SAW mendapat 'gambaran' mengenai ‎masa depan Islam. Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah SAW mengatakan:‎

‎"Allahu Akbar! Aku telah dikaruniai kunci-kunci istana negeri Persi, dan nampak olehku ‎dengan nyata istana-istana negeri Hirah begitu pun kota-kota maharaja Persi dan bahwa ‎umatku akan menguasai semua itu. Allahu Akbar! Aku telah dikaruniai kunci-kunci ‎negeri Romawi, dan tampak olehku dengan nyata istana-istana merahnya, dan bahwa ‎umatku akan menguasainya." Pada saat itu Persi dan Romawi adalah dua imperium besar ‎yang mengelilingi jazirah Arab dan menjadi simbol kekuatan tak terkalahkan selama ‎berabad-abad.‎

Ini adalah sebuah tantangan Allah yang digulirkan oleh Rasulullah kepada kaum ‎Muslimin. Dengan lecutan tantangan ini, Rasulullah dan para sahabatnya kembali ‎bersemangat dan berhasil memenangkan perang Ahzab (Khandaq) walaupun jumlah ‎pasukannya sangat sedikit. Dan tantangan yang dikatakan Rasulullah dalam hadits ‎tersebut juga menambah semangat syiar Islam dan kelak berhasil diwujudkan pada masa ‎Khulafaur Rasyidin dan Kekhalifahan Utsmaniyah. Begitulah, apa yang pada masa itu ‎tampaknya tidak mungkin terjadi, pada kenyataannya bisa terwujud di kemudian hari.‎

Suatu tantangan tidak harus datang dari luar, namun kita bisa menciptakannya dari diri ‎kita sendiri. Tantangan dalam pekerjaan, keluarga, ataupun dakwah dapat diwujudkan ‎sebagai suatu target pencapaian yang harus dibuat lebih tinggi dari kondisi sekarang. ‎Jangan pikirkan itu sesuatu yang tidak bisa dicapai. Justru dengan tingginya suatu target, ‎kita menjadi terpacu untuk lebih maju, bekerja lebih keras dan berfikir lebih kreatif. ‎Tentu saja suatu target apakah akan dapat terwujud, tertunda untuk sementara waktu, atau ‎bahkan tidak terwujud itu merupakan hak prerogatif Allah semata. ‎

Malam Lailatul Qadar

Keutamaannya sangat besar, karena malam ini menyaksikan turunnya Al Quran AlKarim yang membimbing orang-orang yang berpegang dengannya ke jalan kemuliaandan mengangkatnya ke derajat yang mulia dan abadi. Ummat Islam yang mengikutisunnah Rasulnya tidak memasang tanda-tanda tertentu dan tidak pula menancapkananak-anak panah untuk memperingati malam ini (malam Lailatul Qodar/NuzulQur'an, red), akan tetapi mereka bangun di malam harinya dengan penuh iman danmengharap pahala dari Allah.
Inilah wahai saudaraku muslim, ayat-ayat Qur'aniyah dan hadits-haditsNabawiyyah yang shahih yang menjelaskan tentang malam tersebut.
1. Keutamaan Malam Lailatul QadarCukuplah untuk mengetahui tingginya kedudukan Lailatul Qadar dengan mengetahuibahwasanya malam itu lebih baik dari seribu bulan, Allah berfirman :
(yang artinya) [1] Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malamkemuliaan. [2] Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? [3] Malam kemuliaanitu lebih baik dari seribu bulan. [4] Pada malam itu turun malaikat-malaikatdan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. [5] Malam itu (penuh) kesejahteraan sampaiterbit fajar. [QS Al Qadar: 1 - 5]
Dan pada malam itu dijelaskansegala urusan nan penuh hikmah :
(yang artinya) :"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dansesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. [4] Pada malam itu dijelaskansegala urusan yang penuh hikmah, [5] (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami.Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul, [6] sebagai rahmat dariTuhanmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."[QS AdDukhoon: 3 - 6]
2. Waktunya
Diriwayatkan dari Nabi Shalallahu'alaihi wasallam bahwa malam tersebut terjadi pada malam tanggal 21, 23, 25,27, 29 dan akhir malam bulan Ramadhan. (Pendapat-pendapat yang ada dalammasalah ini berbeda-beda, Imam Al Iraqi telah mengarang satu risalah khususdiberi judul Syarh Shadr bidzkri Lailatul Qadar, membawakan perkatan para ulamadalam masalah ini, lihatlah).Imam Syafi'I berkata : "Menurut pemahamanku, wallahu a'lam, Nabi Shalallahu'alaihi wasallam menjawab sesuai yang ditanyakan, ketika ditanyakan kepadabeliau : "Apakah kami mencarinya di malam hari?", beliau menjawab : "Carilah dimalam tersebut.". (Sebagaimana dinukil al Baghawi dalam Syarhus Sunnah (6/388).
Pendapat yang paling kuat,terjadinya malam Lailatul Qadr itu pada malam terakhir bulan Ramadhan,berdasarkan hadits 'Aisyah Radiyallahu 'anha, dia berkata : RasulullahShalallahu 'alaihi wasallam beri'tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhandan beliau bersabda : (yang artinya) "Carilah malam Lailatur Qadar di (malamganjil) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.". (HR Bukhari 4/255 danMuslim 1169)
Jika seseorang merasa lemah atautidak mampu, janganlah sampai terluput dari tujuh hari terakhir, karena riwayatIbnu Umar (dia berkata) Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam bersabda (yangartinya) : "Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka jangansampai terluput tujuh hari sisanya." (HR Bukari 4/221 dan Muslim 1165).
Ini menafsirkan sabdanya : (yangartinya) "Aku melihat mimpi kalian telah terjadi, maka barangsiapa inginmencarinya, carilah pada tujuh hari yang terakhir." (Lihat maraji' diatas).
Telah diketahui dalam sunnah,pemberitahuan ini ada karena perdebatan para sahabat. Dari Ubadah bin ShamitRadiyallahu 'anhu, ia berkata Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam keluarpada malam Lailatul Qadar, ada dua orang sahabat berdebat, beliau bersabda :"Aku keluar untuk mengkhabarkan kepada kalian tentang malam Laitul Qadar,tetapi fulan dan fulan (dua orang) berdebat hingga diangkat tidak bisa lagidiketahui kapan lailatul qadar terjadi), semoga ini lebih baik bagi kalian,maka carilah pada malam 29,27,25 (dan dalam riwayat lain : tujuh, sembilan,lima). (HR Bukhari 4/232).
Telah banyak hadits yangmengisyaratkan bahwa malam Lailatul Qadar itu pada sepuluh hari terakhir, yanglainnya menegaskan di malam ganjil sepuluh hari terakhir. Hadits yang pertamasifatnya umum, sedang hadits kedua adalah khusus, maka riwayat yang khususlebih diutamakan daripada yang umum, dan telah banyak hadits yang lebihmenerangkan bahwa malam Lailatul Qadar itu ada pada tujuh hari terakhir bulanRamadhan, tetapi ini dibatasi kalau tidak mampu dan lemah, tidak ada masalah. Makadengan ini, cocoklah hadits-hadits tersebut, tidak saling bertentangan, bahkanbersatu tidak terpisahkan.
Kesimpulannya :Jika seseorang muslim mencari malam Lailatul Qadar, carilah pada malam ganjilsepuluh hari terakhir, 21, 23, 25, 27 dan 29. Kalau lemah dan tidak mampumencari ppada sepuluh hari terakhir, maka carilah pada malam ganjil tujuh hariterakhir yaitu 25, 27 dan 29. Wallahu a'lam.
Paling benarnya pendapat lailatul qadr adalah pada tanggal ganjil 10 hariterakhir pada bulan Ramadhan, yang menunjukkan hal ini adalah hadits Aisyah, Iaberkata :"Adalah Rasulullah beri'tikaf pada 10 terakhir pada bulan Ramadhan dan berkata: "Selidikilah malam lailatul qadr pada tanggal ganjil 10 terakhir bulanRamadhan".
3. Bagaimana Mencari Malam Lailatul Qadar
Sesungguhnya malam yang diberkahi ini, barangsiapa yang diharamkan untukmendapatkannya, maka sungguh telah diharamkan seluruh kebaikan (baginya). Dantidaklah diharamkan kebaikan itu, melainkan (bagi) orang yang diharamkan (untukmendapatkannya). Oleh karena itu, dianjurkan bagi muslimin (agar) bersemangatdalam berbuat ketaatan kepada Allah untuk menghidupkan malam Lailatul Qadardengan penuh keimanan dan mengharapkan pahalaNya yang besar, jika (telah)berbuat demikian (maka) akan diampuni Allah dosa-dosanya yang telah lalu. (HRBukhari 4/217 dan Muslim 759).
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda(yang artinya), " Barangsiapa berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadar denganpenuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yangtelah lalu." yang telah lalu. (HR Bukhari 4/217 dan Muslim 759)
Disunnahkan untuk memperbanyak do'a pada malam tersebut. Telah diriwayatkandari Sayyidah 'Aisyah Radiyallahu 'anha, (dia) berkata : "Aku bertanya, YaRasulullah (Shalallahu 'alaihi wassalam), Apa pendapatmu jika aku tahu kapanmalam Lailatul Qadar (terjadi), apa yang harus aku ucapkan ?". Beliau menjawab,"Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul 'afwa fa'fu 'annii. Ya Allah, Engkau MahaPengampun dan mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah aku.". (HRTirmidzi (3760), Ibnu Majah (3850), dari Aisyah, sanadnya shahih. Lihatsyarahnya Bughyatul Insan fi Wadhaifi Ramadhan, halaman 55-57, karya ibnu Rajabal Hanbali.)
Saudaraku – semoga Allah memberkahimu dan memberi taufiq kepadamu untukmentaatiNya – engkau telah mengetahui bagaimana keadaan malam Lailatul Qadar(dan keutamaannya) maka bangunlah (untuk menegakkan sholat) pada sepuluh malamhari terakhir, menghidupkannya dengan ibadah dan menjauhi wanita, perintahkankepada istrimu dan keluargamu untuk itu dan perbanyaklah amalan ketaatan.
Dari Aisyah Radiyallahu 'anha, "Adalah Rasulullah Shalallahu 'alaihiwassalam apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), beliaumengencangkan kainnya (menjauhi wanita yaitu istri-istrinya karena ibadah,menyingsingkan badan untuk mencari Lailatul Qadar), menghidupkan malamnya danmembangunkan keluarganya." (HR Bukhari 4/233 dan Muslim 1174).
Juga dari 'Aisyah Radiyallahu 'anha, (dia berkata) : "Adalah RasulullahShalallahu 'alaihi wassalam bersungguh-sungguh (beribadah apabila telah masuk)malam kesepuluh (terakhir), yang tidak pernah beliau lakukan pada malam-malamlainnya." (HR Muslim 1174).
4. Tanda-tandanya
Ketahuilah hamba yang taat – mudah-mudahan Allah menguatkanmu dengan ruhdariNya dan membantu dengan pertolongaNya – sesungguhnya Rasulullah Shalallahu'alaihi wassalam menggambarkan paginya malam Lailatul Qadar agar seorang muslimmengetahuinya.
Dari Ubay Radiyallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah Shalallahu 'alaihiwassalam bersabda (yang artinya) : "Pagi hari malam Lailatul Qadar, matahariterbit tanpa sinar menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi." (HR Muslim762).
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Kami menyebutkan malam Lailatul Qadar disisi Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam beliau bersabda : (yang artinya)"Siapa diantara kalian yang ingat ketika terbit bulan, seperti syiqi jafnah."(HR Muslim 1170. Perkataannya "Syiqi Jafnah", syiq artinya setengah, jafnahartinya bejana. Al Qadli 'Iyadh berkata :"Dalam hadits ini ada isyarata bahwamalam Lailatul Qadar hanya terjadi di akhir bulan, karena bulan tidak akanseperti demikian ketika terbit kecuali di akhir-akhir bulan.")
Dan dari Ibnu Abbas Radiyallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah Shalallahu'alaihi wassalam bersabda (yang artinya) : " (Malam) Lailatul Qadar adalahmalam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, (dan) keesokanharinya cahaya sinar mataharinya melemah kemerah-merahan." (HR Thyalisi (349),Ibnu Khuzaimah (3/231), Bazzar (1/486), sanadnya hasan).
(Dikutip dari Sifat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh terbitanPustaka Al-Mubarok (PMR), penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata. Cetakan I JumadalAkhir 1424 H. Judul asli Shifat shaum an Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam FiiRamadhan, Bab "Malam Lailatul Qadar". Penulis Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly,Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid. Penerbit Al Maktabah Al islamiyyah cet. Ke 5 th1416 H. Edisi Indonesia)

Suksesi Negara ‎(Succession of State)‎

1. PENGERTIAN
Secara harfiah, istilah Suksesi Negara (State Succession atau Succession of State) berarti “penggantian atau pergantian negara”. Namun istilah penggantian atau pergantian negara itu tidak mencerminkan keseluruhan maksud maupun kompleksitas persoalan yang terkandung di dalam subjek bahasan state succession itu. Memang sulit untuk membuat suatu definisi yang mampu menggambarkan keseluruhan persoalan suksesi negara. Tetapi untuk memberikan gambaran sederhana, suksesi negara adalah suatu keadaan di mana terjadi perubahan atau penggantian kedaulatan dalam suatu negara sehingga terjadi semacam “pergantian negara” yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks. Negara yang lama atau negara yang “digantikan” disebut dengan istilah Predecessor State, sedangkan negara yang “menggantikan” disebut Successor State. Contohnya : sebuah wilayah yang tadinya merupakan wilayah jajahan dari suatu negara kemudian memerdekakan diri. Predecessor state-nya adalah negara yang menguasai atau menjajah wilayah tersebut, sedangkan successor state-nya adalah negara yang baru merdeka itu. Contoh lain, suatu negara terpecah-pecah menjadi beberapa negara baru, sedangkan negara yang lama lenyap. Predecessor state-nya adalah negara yang hilang atau lenyap itu, sedangkan successor state-nya adalah negara-negara baru hasil pecahan itu.[1]
Yang menjadi masalah utama dalam pembahasan mengenai suksesi negara adalah : apakah dengan terjadinya suksesi negara itu keseluruhan hak dan kewajiban negara yang lama atau negara yang digantikan (predecessor state) otomatis beralih kepada negara yang baru atau negara yang menggantikan (sucessor state)? Sebagaimana yang dikatakan oleh Starke,
“... dalam masalah suksesi negara, yang dimasalahkan terutama adalah mengenai pemindahan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari negara yang telah berubah atau kehilangan identitasnya kepada negara atau satuan lainnya yang menggantikannya. Perubahan atau hilangnya identitas itu disebabkan oleh perubahan seluruh atau sebagian dari kedaulatan negara itu”.
Dalam hukum internasional positif, masalah suksesi negara ini diatur dalam Konvensi Wina 1978, yaitu Konvensi Wina mengenai Suksesi Negara dalam Hubungan dengan Perjanjian Internasional (Vienna Convention on Succession of State in respect of Treaties).
Ada dua kelompok masalah penting yang menjadi fokus bahasan dalam persoalan suksesi negara, yaitu :
· Factual State Succession, yakni yang berkenaan dengan pertanyaan fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa apa sajakah yang menunjukkan telah terjadi suksesi negara?
· Legal State Succession, yakni yang berbicara tentang apa akibat-akibat hukumnya jika terjadi suksesi negara.
Dalam hubungannya dengan substansi yang disebut terdahulu (Factual State Succession), kita akan melihat pendapat para sarjana dan pengaturan dalam Konvensi Wina 1978 yang telah disebutkan di atas.
Dalam pandangan para sarjana, kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang dipandang sebagai suksesi negara, yang bisa juga dikatakan sebagai bentuk-bentuk suksesi negara adalah:
1. Penyerapan (absorption), yaitu suatu negara diserap oleh negara lain. Jadi di sini terjadi penggabungan dua subjek hukum internasional. Contohnya, penyerapan Korea oleh Jepang tahun 1910.
2. Pemecahan (dismemberment), yaitu suatu negara terpecah-pecah menjadi beberapa negara yang masing-masing berdiri sendiri. Dalam hal ini bisa terjadi, negara yang lama lenyap sama sekali (contohnya, lenyapnya Uni Soviet yang kini menjadi negara-negara yang masing-masing berdiri sendiri) atau negara yang lama masih ada tetapi wilayahnya berubah karena sebagian wilayahnya terpecah-pecah menjadi sejumlah negara yang berdiri sendiri (contohnya, Yugoslavia).
3. Kombinasi dari pemecahan dan penyerapan, yaitu satu negara pecah menjadi beberapa bagian dan kemudian bagian-bagian itu lalu diserap oleh negara atau negara-negara lain. Contohnya, pecahnya Polandia tahun 1795 yang beberapa pecahannya masing-masing diserap oleh Rusia, Austria, dan Prusia.
4. Negara merdeka baru (newly independent states). Maksudnya adalah beberapa wilayah yang sebelumnya merupakan bagian dari wilayah negara lain atau berada di bawah jajahan kemudian memerdekakan diri menjadi negara-negara yang berdaulat.
5. Bentuk-bentuk lainnya yang pada dasarnya merupakan penggabungan dua atau lebih subjek hukum internasional (dalam arti negara) atau pemecahan satu subjek hukum internasional (dalam arti negara) menjadi beberapa negara.[2]
Sementara itu, dalam perkembangannya, dalam Konvensi Wina 1978 memerinci adanya lima bentuk suksesi negara, yaitu :
1. Suatu wilayah negara atau suatu wilayah yang dalam hubungan internasional menjadi tanggung jawab negara itu kemudian berubah menjadi bagian dari wilayah negara itu (Pasal 15).
2. Negara merdeka baru (newly independent state), yaitu bila negara pengganti yang beberapa waktu sebelum terjadinya suksesi negara merupakan wilayah yang tidak bebas yang dalam hubungan internasional berada di bawah tanggung jawab negara negara yang digantikan (Pasal 2 Ayat 1f).
3. Suksesi negara yang terjadi sebagai akibat dari bergabungnya dua wilayah atau lebih menjadi satu negara merdeka.
4. Suksesi negara yang terjadi sebagai akibat dari bergabungnya dua wilayah atau lebih menjadi menjadi suatu negara serikat (Pasal 30 Ayat 1).
5. Suksesi negara yang terjadi sebagai akibat terpecah-pecahnya suatu negara negara menjadi beberapa negara baru (Pasal 34 ayat 1).
Sementara itu, untuk persoalan legal state succession, sebagaimana telah disebutkan tadi adalah berbicara tentang akibat hukum yang ditimbulkan oleh terjadinya suksesi negara. Dalam hubungan ini ada dua teori, yaitu teori yang dikenal sebagai Common Doctrine dan teori tabula rasa (Clean State).
Menurut common doctrine, dalam hal terjadinya suksesi negara, maka segala hak dan kewajiban negara yang lama lenyap bersama dengan lenyapnya negara itu (predecessor state) dan kemudian beralih kepada negara yang menggantikan (successor state). Sedangkan mereka yang berpegang pada teori tabula rasa (clean state) menyatakan bahwa suatu negara yang baru lahir (successor state) akan memulai hidupnya dengan hak-hak dan kewajiban yang sama sekali baru. Dengan kata lain, tidak ada peralihan hak dan kewajiban dari negara yang digantikan (predecessor state).
Sesungguhnya kedua pendirian ini sama tidak realistisnya. Sebab praktik menunjukkan ada hal-hal yang dianggap dapat beralih dari predecessor state kepada successor state. Sebaliknya, ada hal-hal yang memang tidak beralih, sebagaimana ditunjukkan oleh praktik negara-negara selama ini. Dengan kata lain, tidak mungkin dibuat kriteria yang bersifat general dalam hubungan ini melainkan harus dilihat kasus per kasus.
Kasus-kasus yang dimaksud, antara lain :
q Bagaimanakah akibat hukum suksesi negara terhadap kekayaan negara (public property)?
q Bagaimanakah akibat hukum suksesi negara terhadap keberadaan kontrak-kontrak konsesional (concessionary contracts) yang ada?
q Bagaimanakah akibat hukum suksesi negara terhadap keberadaan hak-hak privat (private rights)?
q Bagaimanakah akibat hukum suksesi negara dalam hubungan dengan tuntutan-tuntutan terhadap perbuatan melawan hukum (claims in tort or delict)?
q Bagaimanakah akibat hukum suksesi negara terhadap pengakuan (recognition)?
q Bagaimanakah akibat hukum suksesi negara terhadap keberadaan utang-utang negara (public debts)?
Suksesi negara dan kekayaan negara.
Dengan melihat praktik negara-negara yang ada, para ahli pada umumnya sependapat bahwa, jika terjadi suksesi negara, kekayaan negara, yang meliputi gedung-gedung dan tanah-tanah milik negara, dana-dana pemerintah yang tersimpan di bank, alat-alat transportasi milik negara, pelabuhan-pelabuhan, dan sejenisnya, beralih kepada negara pengganti (successor state).
Suksesi negara dan kontrak-kontrak konsesional.
Yang menjadi persoalan dalam hubungan ini adalah apakah negara pengganti (successor state) mempunyai kewajiban untuk melanjutkan kontrak-kontrak konsesional yang dibuat oleh negara yang digantikan (predecessor state) ataukah konrak-kontrak itu otomatis berakhir dengan terjadinya suksesi negara. Studi terhadap sejumlah kasus yang berkaitan dengan persoalan ini menunjukkan bahwa pada dasarnya negara pengganti (successor state) dianggap berkewajiban untuk menghormati kontrak-kontrak semacam itu yang dibuat oleh negara yang digantikan (predecessor state) dengan pihak pemegang konsesi (konsesionaris). Artinya, kontrak-kontrak tersebut seharusnya dilanjutkan oleh negara pengganti (successor state). Namun, bilamana demi kepentingan kesejahteraan negara kontrak-kontrak tersebut dipandang perlu untuk diakhiri maka pemegang konsesi harus diberikan hak untuk menuntut kompensasi atau ganti kerugian.

Suksesi negara dan hak-hak privat.
Yang menjadi persoalan di sini adalah, bagaimanakah keberadaan hak-hak privat yang diperoleh berdasarkan hukum negara yang digantikan (predecessor state) bilamana terjadi suksesi negara? Dalam hal ini, para sarjana berpendapat bahwa :
§ Pada prinsipnya, successor state berkewajiban untuk menghormati hak-hak privat yang dipperoleh berdasarkan hukum predecessor state.
§ Kelanjutan dari hak-hak privat itu berlaku selama perundang-undangan baru dari successor state tidak menyatakan lain (misalnya mengubah atau menghapusnya).
§ Pengubahan atau penghapusan terhadap hak-hak privat yang diperoleh berdasarkan hukum predecessor state itu tidak boleh bertentangan dengan atau melanggar kewajiban-kewajiban internasional dari successor state, terutama mengenai perlindungan diplomatik.
§ Berhubung hak-hak privat itu jenisnya bermacam-macam, maka prinsip-prinsip dasar sebagaimana disebutkan di atas perlu dirumuskan secara sendiri-sendiri. Dengan kata lain, pemecahannya bersifat kasuistis.
Suksesi negara dan tuntutan-tuntutan terhadap perbuatan melawan hukum.
Persoalan utama dalam hubungan ini adalah, apakah successor state wajib menerima tanggung jawab yang timbul karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh predecessor state? Dalam kaitan ini para sarjana sependapat bahwa successor state tidak berkewajiban untuk menerima tanggung jawab yang timbul akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh predecessor state.
Suksesi negara dan pengakuan.
Dalam hubungannya dengan pengakuan, yang menjadi masalah adalah, apakah dalam hal terjadi suksesi negara pengakuan yang pernah diberikan oleh suatu negara kepada negara yang mengalami suksesi itu juga berakhir? Dalam hal ini, yang menentukan adalah sifat atau jenis suksesi negara tersebut (lihat uraian di bawah). Bilamana suksesi negara itu bersifat universal, yang berarti hilangnya identitas internasional dari negara yang bersangkutan, maka pengakuan itu otomatis gugur. Sedangkan bila suksesi itu bersifat parsial, yang berarti negara yang lama (predecessor state) tidak kehilangan identitas internasionalnya, maka dalam hal ini berlaku “asas kontinyuitas negara” (continuity of state principle). Artinya, pengakuan yang pernah diberikan itu tetap berlaku. Namun, bilamana negara yang memberikan pengakuan tadi tidak lagi memandang negara yang pernah diberi pengakuan itu memenuhi syarat negara menurut hukum internasional, maka pengakuan itu dapat ditarik kembali. Pada umumnya, jika itu terjadi, penarikan kembali pengakuan itu tidak dilakukan secara tegas.

Suksesi negara dan utang-utang negara.
Yang menjadi masalah dalam hubungan ini adalah apakah negara pengganti (successor state) berkewajiban untuk menerima tanggung jawab atas utang-utang negara yang ditinggalkan oleh negara yang digantikan (predecessor state). Dalam hubungan ini tidak terdapat kesamaan pendapat di kalangan para sarjana maupun praktik negara-negara dan sifatnya sangat kasuistis. Pedomannya adalah sebagai berikut :

Jika utang-utang tersebut dipergunakan untuk kepentingan atau kemanfaatan wilayah yang digantikannya, maka successor state dipandang berkewajiban untuk menerima tanggung jawab atas utang-utang tersebut. Sebaliknya, jika manfaat utang-utang tersebut ternyata hanya dinikmati oleh golongan-golongan masyarakat tertentu yang memegang kekuasaan pada saat itu maka successor state tidak dianggap berkewajiban untuk menerima tanggung jawab atas utang-utang tersebut.
Successor state juga dipandang tidak bertanggung jawab atas utang-utang predecessor state yang digunakan untuk membiayai perang melawan successor state atau maksud-maksud yang bermusuhan dengan successor state sebelum terjadinya suksesi negara.
Dalam hal suksesi negara itu berupa terpecah-pecahnya satu negara menjadi beberapa bagian yang kemudian bagian-bagian itu masing-masing menjadi negara yang berdiri sendiri, successor states dipandang berkewajiban untuk bertanggung jawab atas utang-utang itu secara proporsional menurut suatu metode distribusi yang adil.
Dalam hal suksesi negara itu bersifat parsial, maka successor state yang menggantikan wilayah yang terlepas itu dipandang berkewajiban untuk menanggung utang-utang lokal atas wilayah yang bersangkutan.[3]

Cara Terjadinya Suksesi Negara
Ada dua cara terjadinya suksesi negara, yakni :
1. Tanpa kekerasan. Dalam hal ini yang terjadi adalah perubahan wilayah secara damai. Misalnya beberapa negara secara sukarela menyatakan bergabung dengan suatu negara lain dan menjadi bagian daripadanya. Atau sebaliknya, suatu negara tanpa melalui kekerasan (misalnya perang saudara) secara sukarela memecah dirinya menjadi beberapa negara yang masing-masing berdiri sendiri.
2. Dengan kekerasan. Cara terjadinya suksesi negara yang melalui kekerasan dapat berupa perang ataupun revolusi.

Jenis-jenis Suksesi Negara

Ada dua macam atau jenis suksesi negara, yaitu :
q Suksesi universal; dan
q Suksesi parsial.

Perbedaan dari kedua jenis suksesi negara ini terletak pada bagian wilayah dari suatu negara yang digantikan kedaulatannya. Bilamana suksesi itu terjadi terhadap seluruh wilayah suatu negara (berarti negara yang lama atau predecessor state lenyap) maka suksesi yang demikian dinamakan suksesi universal. Sedangkan bilamana suksesi negara itu hanya meliputi bagian tertentu saja dari wilayah suatu negara (berarti predecessor state masih ada hanya wilayahnya saja yang berubah), maka suksesi yang demikian dinamakan suksesi parsial.
Dengan demikian, pada suksesi universal, identitas internasional dari suatu negara lenyap sebagai akibat lenyapnya seluruh wilayah negara itu. Di sini, “kepribadian hukum internasional” (international legal personality) dari negara itu hilang. Sedangkan pada suksesi parsial, identitas internasional dari negara itu tidak hilang melainkan hanya luas wilayahnya saja yang berubah. Dalam hubungan ini, negara itu tidak kehilangan kepribadian hukum internasionalnya.
Negara Sebagai Salah Satu Subjek Hukum Internasional
A. Negara Sebagai Subjek Utama Hukum Internasional
Banyak ahli hukum internasional yang memberikan definisi mengenai negara. Seperti C. Humphrey Wadlock yang memberikan pengertian negara sebagai suatu lembaga (institution), atau suatu wadah dimana manusia mencapai tujuan-tujuannya dan dapat melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Fenwich mendefinisikan negara sebagai suatu masyarakat politik yang diorganisasikan secara tetap, menduduki suatu daerah tertentu dan hidup dalam batas-batas daerah-daerah tersebut, bebas dari negara lain, sehingga dapat bertindak sebagai badan yang merdeka di muka bumi. Sedangkan menurut J.G. Starke negara adalah satru lembaga yang meruapakan satu sistem yang mengatur hubungan-hungungan yang ditetapkan oleh dan diantara manusia itu sendiri, sebagai satu alat untuk mencapai tujuan-tujuan yang paling Penting diantaranya seperti satu sistem ketertiban yang menaungi manusia dalam melakukan kegiatan-kegiatannya. Dari sekian banyak definisi negara yang diberikan oleh para ahli, ada satu patokan standar dalam Pasal 1 Montevideo (Pan American) The Convention On Rights and Duties of State of 1933. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:
Negara sebagai subjek hukum internasional harus memilki penduduk yang tetap, wilayah tertentu, pemerintahan dan kapasitas untuk berhubungan dengan negara lain.
Dari definisi Pasal 1 Montevideo diatas disebutkan mengenai unsure-unsur konstitutif negara, yaitu
(1) Penduduk yang tetap,
(2) Wilayah tertentu,
(3) Pemerintah dan
(4) Kedaulatan. Berikut penjelasan mengenai unsur-unsur konstitutif negara.

1. Penduduk yang tetap
Penduduk atau rakyat suatu negara adalah sekelompok orang yang secara tetap atau permanen mendiami atau bermukim dalam suatu wilayah yang juga sudah pasti luasnya. Sedangkan menurut Boer Mauna penduduk adalah kumpulan individu-individu yang terdiri dari dua kelamin tanpa memandang suku, bahasa , agama dan kebudayaan, yang hidup dalam suatu masyarakat dan terikat dalam suatu negara melalui hubungan yuridik dan politik yang diwujudkan dalam bentuk kewarganegaraan.
Dalam hukum internsional tidak ada pembatasan tentang jumlah penduduk untuk dapat mendirikan suatu negara. Contohnya negara Brunei dengan 344.000 orang dan Liechstenstein dengan 33.000 orang.
2. Wilayah tertentu
Tidak ada negara tanpa wilayah, karena itu adanya wilayah adalah hal yang mutlak adanya bagi dinyatakannya sebuah entitas sebagai negara. Wilayah yang tetap adalah wilayah yang dimukimi oleh penduduk atau rakyat dari negara itu. Agar wilayah dapat dikatakan tetap, maka harus ada batas-batasnya. Luas wilayah negara tidak menjadi masalah dalam hukum internasional. Seperti Singapura dengan luas wilayah 278 km2 dan Cina dengan 9.596.961 km2.
Perubahan-perubahan tapal batas , baik yang mengakibatkan bertambah atau berkurangnya wilayah suatu negara tidak akan mengubah identitas negara tersebut. Bertambah luasnya laut Indonesia sebagai akibat penerapan Konsepsi Wawasan Nusantara tidak mengubah identitas Indonesia sebagai Negara Kepulauan. Namun tentunya batas-batas suatu negara harus jelas, untuk menghindari sengketa dengan negara-negara tetangga. Wilayah suatu negara terdiri dari daratan, lautan dan udara. Koferensi PBB mengenai hukum laut telah mengelompokkan sebagaian besar negara di dunia atas 3 kelompok, yaitu kelompok negara-negara pantai (the coastal states group) yaitu 152 negara seperti Indonesia, Phillipina, Australia, Mesir, Meksiko, Kanada. Negara-negara yang tidak berpantai (the land-locked states group) terdiri atas 42, seperti Afghanistan, Laos, Austria, Swiss, Paraguay. Negara-negara secara geografis tidak menguntungkan (the geographically disadvantaged states group) seperti Singapura, Iraq, Kuwait, Belgia, Sudan, Syria, Swedia.
3. Pemerintahan
Sebagai suatu person yuridik, negara memerlukan sejumlah organ untuk mewakili dan menyalurakan kehendaknya atau sebagai pemimpin . Sebagai tempat kekuasaan, negara hanya dapat melaksanakan kekuasaan tersebut melalui organ-organ yang terdiri dari individu-individu. Individu-individu pemimpin yang terorgansisasi inilah yang kemudian dinamakan pemerintah.
Yang disebut pemerintah, biasanya badan eksekutif dalam suatu negara yang dibentuk melalui prosedur konstitusional untuk menyelenggarakan kegaitan-kegiatan yang ditugaskan rakyat kepadanya. Dalam hubungan antara pemerintah dan rakyat yang diinginkan hukum internasional adalah bahwa pemerintah tersebut mempunyai kekuasaan yang efektif atas seluruh penduduk dan wilayah negaranya. Efektif maksudnya adalah pemerintah tersebut memiliki kapasitas riil untuk melaksanakan semua fungsi kenegaraan termasuk pemeliharaan keamanan dan tata tertib dalam negeri dan pelaksanaan komitmen di luar negeri.
Hukum internasional tidak mencampuri bagaimana bentuk pemerintahan suatu negara karena hal itu merupakan wewenang hukum nasional dari masing-masing negara.
Disamping itu perlu dicatat bahwa suatu negara tidak langsung berakhir jika tidak lagi mempunyai pemerintahan yang efektif karena perang saudara atau diduduki oleh kekuataan asing. Yang terpenting adalah, pemerintah tersebut harus memilki kontrol atau kemampuan untuk menguasai secara penuh atas semua luas wilayah yang berada dibawah kekuasaannya dan terhadap semua warga yang berada diwilayahnya. Inilah salah satu alasan utama Palestina terhambat untuk dinyatakan sebagai suatu negara.
Contoh negara yang pemerintahanya bubar karena Perang saudara dan pendudukan oleh kekuatan asing, namun tetap bersatus Negara, yaitu Somalia, ketika Presidenya Mohamad Said Barre digulingkan oleh Jenderal Farah Aideed tahun 1991 masih tetap bersatus negara dan tetap anggota oleh PBB. Kuwait yang diduduki oleh Irak tahun 1990, unsur status negara tidak berubah walaupun diduduki oleh kekuataan asing. Jadi yang dituntut disini Menurut Martin Dixon adalah ‘selama pemerintahan tersebut mampu menjalankan fungsi pemerintahan, baik dalam maupun hubungan luar negeri sebagaimana layaknya sebuah negara dilingkungan komunitas internasional.


4. Kedaulatan
Pasal 1 Konvensi Montevideo 27 Desember 1933 mengenai hak-hak dan kewajiban Negara menyebutkan unsur konstitutif ke-4 bagi pembentukan negara adalah capacity to enter into relations with other sites. Unsur tersebut memiliki persamaan dengan ‘Kemerdekaan’, maksudnya suatu negara tidak memilki kemampuan untuk melakukan hubungan luar negeri maka bisa dikatakan bahwa negara tersebut tidak merdeka. Ketentuan ini dinyatakan secara eksplisit sebagai bagian dari prinsip-prinsip hubungan internasional dalam piagam PBB.
Suatu negara dapat saja lahir dan hidup tetapi itu belum berarti bahwa negara tersebut mempunyai kedaulatan. Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai kepentingannya asal kepentingan tersebut tidak bertentanag dengan hukum internasional. Kedaulatan memiliki 3 aspek utama, yaitu:
Aspek ekstern keadaulatan adalah hak bagi setiap negara untuk secara bebas menentukan hubungannya dengan berbagai negara atau kelompok-kelompok lain tanpa kekangan, tekanan atau pengawasan dari negara lain.
Aspek intern kedaulatan adalah hak atau wewenang eksklusif suatu negara untuk menentukan bentuk lembaga-lembagnya, cara kerja lembaga-lembaga tersebut dan hak untuk membuat undang-undang yang diingnkannya serta tindakan-tindakan untuk mematuhi. Aspek territorial kedaulatan berarti kekuasaan penuh dan eksklusif ytang dimiliki oleh negara atas individu-individu dan benda-benda yang terdapat di wilayah tersebut.[4]
B. Berbagai macam bentuk negara
1. Negara Kesatuan
Undang-undang Dasar negara kesatuan memberikan kekuasaan penuh pada pemerintahan pusat untuk melaksanakan kegiatan hubungan luar negeri. Contoh Perancis dan Indonesia yang menganut bentuk negara ini dan biasanya tidak menimbulkan kesulitan dalam hukum internasional. Bentuk negara kesatuan jumlahnya sekitar separuh diseluruh dunia.
2. Negara Federal
Negara federal adalah gabungan sejumlah negara yang dinamakan negara-negara bagian yang diatur oleh suatu undang-undang dasar yang membagi wewenang antara pemerintah federal dan negara-negara bagiannya.Walaupun negara-negara bagian mempunyai konstitusi dan pemerintahan masing-masing, negara federal inilah yang merupakan subjek hukum internasional. Hanya pemerintah federal yang mempunyai wewenang untuk menyatakan perang, membuat perdamian, membuat perjanjian politik dan militer. Tidak satupun dari negara bagian dapat ikut dalam kegaitan-kegiatan tersebut. Wewenang luar negeri yang dimiliki oleh negara federal bukan ditentukan oleh hukum internasional, tetapi oleh konstitusi negara federal.
Walupun masalah-masalah luar negeri merupakan wewenang eksklusif pemerintah federal, ada beberapa negara yang UUD federalnya memberikan wewenang terbatas kepada negara bagian. Misalnya, Swiss melalui UUD mengizinkan negara-negara bagianya untuk membuat peraturan lalu lintas darat, sungai dan udara dengan negara-negara tetangga. Negara-negara yang menganut sistem federal adalah AS, Kanada, Australia, Argentina, Meksiko, Brazil dan Afrika Selatan.
3. Gabungan Negara-Negara Merdeka
a. Uni Riil
Maksudnya adalah penggabungan dua negara atau lebih melalui suatu perjanjian internasional dan berada dibawah kepala negara yang sama dan melakukan kegiatan internasional sebagai satu kesatuan. Contoh negara Austria dan Hongaria, namun bubar sesaat sebelum berakhirnya
PD 2 (1918), Denmark dan Iceland dari 1918-1944.
b. Uni Personil
Terbentuk bila dua negara berdaulat menggabungkan diri karena mempunyai raja yang sama. Contoh Belanda dan Luxemburg 1815-1890, Belgia dan Kongo 1855-1908, British Commonwealth of Nations yang mengakui Ratu Elizabeth II sebagai Kepala Negara, seperti Kanada dan Australia
4. Konfederasi
Merupakan gabungan dari sejumlah negara melalui suatu perjanjian internasional yang memberikan wewenang tertentu kepada konfederasi. Contoh Swiss yang menamakan dirinya negara konfederasi tapi sejak tahun 1848 pada hakekatnya lebih bersifat federal dimana wewenang luar negeri berada di tangan pemerintah federal.
5. Negara-Negara Netral
Adalah negara yang membatasi dirinya untuk tidak melibatkan diri dalam berbagai sengketa yang terjadi dalam masyarakat internasional. Netralitas ini terbagai atas dua, yaitu netralitas tetap dan netarlitas sewaktu-waktu, politik netral atau netralisme positif.
Netralitas tetap adalah negara yang netralitasnya dilindungi oleh perjanjian internasional seperti Swiss dan Austria. Netralitas sewaktu-waktu adalah sikap netral yang hanya berasal dari kehendak negara itu sendiric (self-imposed) yang sewaktu-waktu dapat ditinggalkannya seperti Swedia. Politik netral atau Netralisme positif adalah kebijaksanaan yang dianut oleh negara-negara Non-Blok.
6. Negara yang Terpecah
Sebagai akibat dari PD 2 dimana suatu negara diduduki oleh negara-negara besar yang menang perang. Perang Dingin sebagai akibat pertentangan ideology dan politik antara Blok Barat dan Blok Timur telah menyebabkan negara yang diduduki pecah menjadi dua yang mempunyai ideology dan sistem pemerintahan yang saling berbeda dan menjurus pada sikap saling mencurigai. Contoh negara yang terpecah-pecah adalah Cina, Jerman, Korea, Vietnam dan Cyprus.
7. Negara-Negara Kecil
Adalah negara yang mempunyai wilayah sangat kecil dengan penduduk yang sangat sedikit pula. Negara ini mempunyai semua unsur konstitutif seperti yang dipersyaratkan oleh hukum internasional bagi pembentukan suatu negara. Dari 191 negara anggota PBB, 41 negara berpenduduk kurang dari 1 juta dan 15 negara berpenduduk kurang dari 100.000 orang. Walupun merupakan negara merdeka dan berdaulat serta termasuk subjek hukum internasional tidak semua negara-negara ini sanggup melaksanakan kedaulatan keluarnya, seperti mempunyai perwakilan diplomatik dan konsuler atau menjadi anggota organisasi internasional. Pertimbangan utamanya karena mahalnya biaya pembukaan misi perwakilan tetap diluar negeri. Kekurangan personlia dan beratnya beban pembayaran kontribusi wajib pada organisasi internasional.
8. Protektorat
Merupakan rejim konvensional antara dua negara yang secara tidak sama membagi pelaksanaan berbagai wewenang. Dalam sistem ini, negara kolonial memperoleh sejumlah wewenang atas negara yang dilindunginya, sehingga negara yang berada dibawah kekuasaan negara kolonial mempunyai kapasitas yang terbatas dalam hubungan luar negeri dan pertahanan. Dan pada prakteknya negara pelindung mencampuri masalah intern negara yang dilindungi terutama dibidang ekonomi dan politik. Contonhnya negara Tunisia, Maroko, Kamboja, Laos dan Vietnam yang dulunya merupakan protektorat Perancis. Namun sekarang tidak ada lagi negara yang berada di bawah sistem protektorat.
C. Suksesi Negara
Istilah suksesi mengimplikasikan akan adanya suatu perpindahan kekuasaan dari kelompok yang pertama kepada yang kedua. Kontroversi yang kerap muncul adalah apakah dalam hal terjadi suksesi akan berlaku sebagaimana layaknya hukum waris, dimana ada pandangan bahwa pewaris menerima konsekuensinya yang berupa menanggung segala hak dan kewajiban yang dibebankan kepada pihak pertama, ada pula yang memandang bahwa pihak pewaris harus diperlakukan sebagaimana layaknya entitas baru yang benar-benar tidak terbebani oleh tindakan-tindakan dari pendahulunya. Namun menurut O’Connell kedua pemahaman diatas tidak benar dan akan selalu muncul dalam pembahasan mengenai suksesi.
Menurut Konvensi 1978, mengenai Suksesi terhadap Traktat Pasal 2 (b) dinyatakan ‘suksesi negara berarti perpindahan tanggung jawab dari suatu negara kepada negara lain dalam kaitannya dalam praktek hubungan internsional dari wilayah tersebut’. Pemahaman diatas menyebutkan terjadinya ‘perubahan kedaulatan atas suatu wilayah’ yang menunjukkan pada luasnya peristiwa pada kategori suksesi. Sehingga suksesi meliputi penggabungan, pemisahan ataupun pembentukkan sebuah negara atau hal-hal lain yang memiliki konsekuensi terjadinya perubahan kedaulatan.
Sementara itu menurut Shearer mengaitkan suksesi sebagai ‘penggantian satu negara oleh negara lain dalam hubungannya dengan hubungan internasional dari wilayah tersebut’. Selanjutnya Shearer menegaskan bahwa penjelasan mengenai suksesi jauh membingungkan, yang kemudian dikaitkannya dengan peralihan kekuasaan atas wilayah Hongkong dimana Inggris sebagai negara penyewa (leasee). Disamping itu, penggunaan kata suksesi sebenarnya tidak tepat karena menunjukkan analogi dengan hukum perdata nasional yang terkait dengan Hukum Waris. Sedangkan dalam hal suksesi negara, persoalan yang utama hanyalah perubahan kedaulatan dari suatu wilayah. Sedangkan suatu negara baru (successor state) kemudian menjadi subjek hukum internasional tidak disebabkan oleh hal lain, kecuali karena sebagai negara. Dalam beberapa hal suksesi akan diputuskan melalui perjanjian internasional. Suksesi mengambil bentuk sebagaimana halnya perjanjian yang dibuat antara penguasa koloni dan wilayah koloninya yang dinyatakan melalui perjanjian bilateral, yang tentunya tidak mengikat pihak ketiga.
Dalam praktek perubahan terhadap kedaulatan dari suatu wilayah ada dalam berbagai cara. Menurut O’Brien suksesi negara dapat terjadi sebagai berikut:
a. Bagian dari negara A bergabung dengan negara B atau menjadi tergabung dalam beberapa negara X,Y dan Z
b. Bagian dari negara A menjadi satu negara baru
c. Seluruh wilayah dari negara X menjadi bagian dari negara Y
d. Seluruh wilayah negara A terbagi menjadi beberapa negara baru X, Y dan Z
e. Keseluruhan bagian dari negara X membentuk dasar bagi beberapa negara baru yang berdaulat.[5]

Pengaturan mengenai permasalahan suksesi dalam instrumen internasional terdapat dalam The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties 1978 dan The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archives and Debts 1983. Konvensi-konvensi tersebut belum berlaku efektif. Namun kebanyakan ketentuan yang terkandung didalamnya mencerminkan hukum internasional yang berlaku saat ini.



[1] Khaduri, Majid, Teologi Keadilan, Risalah Gusti, Surabaya,1999. hal.19
[2] Syariati, Ali, Agaman vs Agama, Pustaka Hidayah, Jakarta, 1999. hal.98
[3] Teuku May Rudy, Administrasi dan Organisasi Internasional, Refika Aditama, Bandung, 1998. hal 45-47
[4] Khaduri, Majid, Teologi Keadilan, Risalah Gusti, Surabaya,1999. ha;. 78

[5] Ali Syariati, Konsep-Konsep Suksesi Negara, Jakarta Perss 1992. hal 65

Rumah religi: WAHYU TERAKHIR KEPADA RASULULLAH SAW

Rumah religi: WAHYU TERAKHIR KEPADA RASULULLAH SAW: "Diriwayatkan bahawa surah Al-Maaidah ayat 3 diturunkan pada sesudah waktu asar yaitu pada hari Jumaat di padang Arafah pada musim haji pengh..."

Rumah religi: SYAHID SELEPAS MENGUCAPKAN SYAHADAH

Rumah religi: SYAHID SELEPAS MENGUCAPKAN SYAHADAH: "Suatu ketika tatkala Rasulullah s.a.w. sedang bersiap di medan perang Uhud, tiba-tiba terjadi hal yang tidak terduga. Seorang lelaki yang be..."

Rumah religi: Pendapat Imam Syafi’i Tentang Iman

Rumah religi: Pendapat Imam Syafi’i Tentang Iman: "1. Imam Ibn ‘Abdil Bar meriwayatkan dari ar-Rabi’, katanya, saya mendengar Imam Syafi’i berkata: “Iman itu adalah ucapan, perbuatan, dan key..."

Rumah religi: ALASAN BERJILBAB / TUDUNG

Rumah religi: ALASAN BERJILBAB / TUDUNG: "1. Menjalankan syi’ar Islam. 2. Berniat untuk ibadah. 3. Menutup aurat terhadap yang bukan muhrim. 4. Karena saya ingin ta’at kepada Alla..."